Kesling Purwokerto Era Penjajahan Belanda
27 November 2023 2023-11-27 7:10Kesling Purwokerto Era Penjajahan Belanda
Riwayat JKL Purwokerto Era Penjajahan
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda telah terdapat suatu proyek, yaitu Medisch Hygiene Propaganda (MPH). Pada tahun 1933 MPH ditingkatkan menjadi Regentschaps Gezondheid Dienst (RGD) yang usahanya dititik beratkan kepada pemberantasan cacing tambang (hook-worm) di bawah pimpinan dokter R. Soemedi, proyek tersebut mendapat bantuan dari Rockoveller foundation dengan Professor Hedrick sebagai menegernya. Aktivitasnya diperluas dan ditambah dengan Bodem en water verontriniging, yaitu perbaikan air minum dengan jalan mengadakan proses pendidikan secara kunjungan rumah. Semula daerah kerjanya hanya mengambil satu kecamatan (Patikraja), kemudian diperluas meliputi satu kabupaten. Adapun tenaga-tenaganya terdiri dari kontrolir kesehatan, mantri hygiene, bidan tenaga statistik, tenaga laboratorium dan staf kantor, kesemuanya di bawah pimpinan dokter R. Soemedi. Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari para petugas menggunakan alat-alat peraga, misalnya gambar, film, dll.
Setelah mengalami kemajuan Bodem en water verontriniging, ditingkatkan lebih lanjut dan dibentuklah Health Control di kecamatan yang sekarang ternyata menjelma menjadi BKIA/Puskesmas. Pada tahun 1933 dipandang perlu untuk mengadakan pencatatan statistik lahir – mati dan dengan demikian lahirlah bewijs sistem. Disamping itu khusus mengenai kesehatan kota dibentuklah suatu bagian yang mengurus soal-soal hygiene perusahaan. Setelah melihat demikian perkembangannya, maka banyaklah tenaga-tenaga dokter di seluruh Indonesia yang meninjau Purwokerto. Oleh karena itu akhirnya RGD yang berkedudukan di Purwokerto tersebut ditingkatkan menjadi Demonstratie Regentschaps Gezondheid Dienst (DRGD) dan tetap mendapat bantuan dari Rockopeller foundation. Setelah menjadi DRGD banyak tenaga-tenaga kesehatan dari seluruh Indonesia dikirimkan ke Purwokerto untuk mendapatkan pendidikan dan latihan.
Sekitar tahun 1936 pimpinan memandang perlu untuk mendirikan sekolah khusus yang mendidik tenaga-tenaga dalam lapangan hygiene, maka didirikanlah Sekolah Mantri Hygiene atau Hygiene Mantri School (HMS) bertempat di Purwokerto.
DRGD tumbuh makin subur, tenaganya bertambah karena adanya HMS tersebut. Untuk menambah pengetahuan dan pengalamannya, maka sekitar tahun 1937 dokter R. Soemedi dikirim ke Manila. Kemudian pimpinan diserahkan kepada dokter RM. Soehardjo, terjadi suatu peristiwa yang sangat penting, yaitu dicabutnya bantuan dari Rockopeller foundation dan seluruhnya akan dibebankan kepada Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu, tetapi agaknya Pemerintah Hindia Belanda setengah menolak berhubung keadaan ekonomi keuangan pemerintah sangat goncang dalam menghadapi perang Jepang melawan Sekutu. Dengan melalui berbagai usaha dan setelah mendapat kepastian betapa pentingnya DRGD tetap diakui oleh Pemerintah Hindia Belanda dan mendapat biaya penuh.
Setelah melawat ke luar negeri dokter R. Soemedi memandang perlu untuk mengadakan beberapa perombakan dan penambahan diantaranya pemberantasan penyakit rakyat, misalnya framboesia, malaria dan penyakit paru-paru, sekalipun kesemuanya itu masih dalam taraf pendidikan, artinya belum menjurus ke arah operasionil seperti sekarang ini. Kantor dan sekolahnya kemudian dipindahkan ke kota Banyumas supaya mendapat tempat yang lebih luas, yakni di bekas Kantor Karesidenan Banyumas yang waktu itu telah kosong, karena Kantor Karesidenan Banyumas dipindahkan ke kota Purwokerto dan waktu itu DRGD dirubah menjadi Demonstratie on Opleiding Centrum Landeklijk Hygiene (DOLH).
Pada tahun 1942 keadaan politik Hindia Belanda berubah karena agresi Jepang, dan waktu itu petugas-petugas DOLH mendapat latihan dan pendidikan Hulp verpleeger dari Rumah Sakit Banyumas di bawah pimpinan dokter Murad. Setelah dianggap cukup semua petugas dikenakan Burger Dienst Pliecht dan dikirim ke Noot Hospital Cilacap dalam menghadapi perang Jepang. Setelah Pemerintah Hindia Belanda kalah dan Pemerintah Jepang yang berkuasa, maka semua petugas berkumpul kembali untuk melaksanakan tugas-tugasnya biasa di bawah pimpinan dokter R.M. Goembrek dari Banyumas. Pada waktu Pemerintah Jepang, seorang dokter Karesidenan, yaitu Fiji Motto yang berkedudukan di Purwokerto berpendapat bahwa DOLH tersebut merupakan suatu dinas atau proyek yang sangat penting dalam hal usaha perbaikan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu tanpa melalui perundingan, tenaga-tenaga hygiene disebarkan ke seluruh Jawa dan Madura. Adapun yang masih tinggal, ditugaskan untuk mendidik dan mengajar pada Sekolah Mantri Kesehatan (SMK), penjelmaan dari HMS tersebut di atas. Pada waktu dokter R.M. Goembrek memegang pimpinan, nama proyek dirubah menjadi Pusat Percontohan dan Pendidikan Kesehatan Rakyat (PPPK).
Pada zaman Republik Indonesia (1945) Dinas PPPK tetap berdiri di bawah pimpinan dokter Warsono sampai tahun 1947. Ketika terjadi clash pertama pindahlah ke Banyumas dokter R. Mochtar dan dokter R. Angka Prodjosoedirdjo. Kemudian pimpinan dipegang oleh dokter R. Mochtar dan aktivitasnya tambah dengan menggiatkan usaha-usaha hygiene lingkungan seperti water supply serta latrines. Satu hal yang sangat penting yang terjadi ketika itu dibentuknya Juru Hygiene Desa di tiap-tiap desa dalam wilayah Kabupaten Banyumas, Juru Hygiene Desa tersebut mendapat nafkah dari desa biasanya berupa bengkok (sawah).
Pada clash ke II terpaksa dokter R. Mochtar mengungsi ke Magelang dan mendirikan Dinas UH / PKR di sana dengan beberapa tenaga Hygiene Mantri dari Banyumas dan dibantu oleh dokter M. Soetjipto. Agaknya UH / PKR yang dibentuk oleh dokter R. Mochtar inilah yang sekarang menjelma menjadi Percontohan / Latihan Pendidikan Kesehatan Masyarakat di Salaman Magelang. Adapun tenaga-tenaga yang ditinggalkan di Banyumas sambil melawan serdadu Kolonial Belanda terus melaksanakan tugasnya, hanya keadaannya terpecah belah. Di Kota Purwokerto di bawah pimpinan dokter Soerono sebagai dokter karesidenan, sedangkan di kota Banyumas dipimpin oleh dokter H.M. Arifin yang pada waktu itu merupakan dokter Rumah Sakit Umum Banyumas.
Pada tahun 1950 keadaannya dapat diutuhkan kembali, nama PPPK dirubah menjadi Percontohan Usaha Hygiene dan Pendidikan Kesehatan Rakyat (PUH / PKR) Kabupaten Banyumas berkedudukan di Purwokerto dan dipimpin oleh dokter Sardjono sebagai dokter karesidenan.
Sekitar tahun 1955 pimpinan diganti oleh dokter R. Angka Prodjosoedirdjo, yang juga merangkap sebagai dokter karesidenan. Nama dinas kemudian dirubah menjadi Percontohan Usaha Hygiene dan Pendidikan Kesehatan kepada Rakyat Kabupaten Banyumas. Setelah dokter R. Angka Prodjosoedirdjo pensiun pimpinan dipegang oleh dokter R. Brotosena, karena tugas keluar negeri, maka pimpinan diserahkan kepada dokter R.M. Soemalyo sebagai dokter karesidenan.
Setelah tahun 1955 gagasan akan diserahkannya PUH / PKR kepada Pemerintah daerah Kabupaten Banyumas makin hangat, sejalan dengan ini pimpinan diserahkan kepada dokter kabupaten, yaitu dokter Liem Ing Dien. Selanjutnya karena kesibukannya pimpinan diserahkan kepada dokter Imam Makrifat Dwidjosoemarno, saat itu beliau sebagai kepala Bagian KIA pada DKR Kabupaten Banyumas. Kemudian PUH/PKR diambil alih Pemda Kabupaten Banyumas dan dimasukkan dalam organ Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas (dipungut dari tulisan S. Purwanto, M.Sc, dkk)
Der zweite weltkrieg zerstörte nicht nur https://hausarbeit-agentur.com/wissenschaftliche-arbeit seine heimat, sondern auch seine studienpläne.